Hidup di belahan Indonesia lain
adalah kesempatan yang sangat langka. Sebuah kesempatan mengenal kehidupan lain
di luar budaya yang selama ini aku kenal. Sebagai perawat yang lingkup kerjanya
mencakup biopsikososio - spiritual yang harus berinteraksi dengan manusia
secara utuh, maka kita juga harus memandang manusia sebagai dirinya sendiri;
apa adanya. Yaitu manusia yang tidak pernah didefinisikan secara tuntas oleh
pengetahuan apapun. Pada suatu ketika kita harus berinteraksi dengan manusia
dalam definisi budaya, di saat lain kita juga harus berinteraksi dengan manusia
dalam definisi ekonomi. Suatu ketika kita harus berinteraksi dengan manusia
dalam definisi spiritual, di saat lain kita harus berinteraksi dengan manusia
dalam definisi evolusi. Di manapun kita berada kita memang harus berinteraksi
dengan manusia; dalam definisi apapun.
Indonesia adalah Negara besar,
Negara yang penuh keanekaragaman hayati sangat kompleks, juga keragaman
kebudayaan yang sangat beragam. Berbagai macam kepercayaan, berbagai macam
nilai, berbagai macam adat istiadat tumbuh subur sejak sejarah kemunculan
beraneka ragam Bangsa. Bangsa-bangsa yang disatukan entah oleh nilai-nilai tertentu
yang mungkin menjadi nilai universal dalam gen nenek moyang, ataupun disatukan
oleh perjalanan sejarah yang mengikut sertakan seluruh keaneka ragaman ini
menjadi satu. Sadar atau tidak sadar, kita adalah Bangsa yang besar. Bangsa
yang dilahirkan untuk menempati surga yang begitu kaya dengan keragaman. Hidup di daerah lain adalah suatu kesempatan
untuk menempuh perjalanan diri. Menempuh perjalanan ke dalam, dalam usaha untuk mengenal diri kita; siapa Indonesia sesungguhnya.
Sebagai seorang perawat kadang kita tidak
menyadari bahwa kita ada untuk berinteraksi dengan diri kita sendiri, yaitu
diri yang harus mengenal orang lain, diri yang harus memahami orang lain,
demi usaha untuk membangun manusia yang
sehat secara utuh. Kadang kita lupa bahwa kesehatan bukan hanya fisik sehingga
kita tidak memperhatikan psikis pasien. Sering kali kita marah, sering kali
kita emosi bahkan membentak pasien atau keluarga pasien dengan garang seperti
sedang berhadapan dengan lawan. Kita lupa bahwa kita tidak hanya memberikan
pelayanan kesehatan untuk fisik sehingga kita memperlakukan manusia hanya
sekedar tubuh.
Profesi ini sungguh sangat mulia,
kita adalah orang-orang terpilih. Kita ditakdirkan untuk menjadi perawat;
perawat yang sesungguhnya punya andil dalam membangun kesehatan biopsikososio-
spiritual, perawat yang sesungguhnya punya andil dalam membangun kesehatan
manusia; siapapun dia. Manusia adalah manusia, dan walaupun kita adalah manusia
tapi pasien bukanlah diri kita. Pasien adalah individu lain yang hidup sebagai
dirinya sendiri yang tidak bisa kita paksakan harus sesuia keinginan kita. Kita
tidak bisa memaksa pasien harus minum obat, tapi kita bisa membuat dia untuk
menyadari pentingnya obat untuk
kesembuhan. Kita tidak bisa memaksa pasien untuk merasa puas atas pelayanan
kita, tapi kita bisa membuat pasien mengetahui bahwa kita melakukan pelayanan
maksimal untuk membantunya memperoleh tingkat kesehatan yang diinginkan.
Image perawat yang ada sekarang
memang cukup mengganggu kita secara profesi. Kita sering kali distigma kan
dengan JUDES. Hampir di semua belahan Indonesia, stigma itu terbentuk. Kita
sesungguhnya tidak bisa menghindar dari itu, tapi kita juga tidak bisa
menyerang orang yang mempercayai stigma itu sebagai realita yang ada di
lapangan. Yang perlu kita lakukan adalah menengok ke dalam, melakukan perjalanan
ke dalam diri untuk kembali mengenal siapa kita; siapa perawat Indonesia. Kita adalah perawat yang lahir di antara
ribuan keragaman adat dan kepercayaan. Kita adalah perawat yang lahir di antara
budaya budaya yang sangat berlainan, tapi mereka seragam dalam menstigmakan
kita sebagai perawat judes. Siapa itu mereka? Mereka adalah keluarga kita sendiri.
Mereka adalah mertua kita sendiri,
mereka adalah tokoh adat kita sendiri, mereka adalah guru kita sendiri, Mereka
adalah diri kita sendiri: Diri yang belum mampu mengenal betapa mulianya
profesi ini.